Tersenyumlah para Bidadari Berjilbab…0 comments April 28, 2009 Tersenyumlah para Bidadari Berjilbab… Ketika seorang Muslimah mencoba menyempurnakan keislamannya dengan mulai mengenakan jilbab, terkadang terdengar segudang pertanyaan mengarah kepadanya, kenapa sih kamu kok pake jilbab? Kamu cantik? Atau, pake jilbab itu ribet, biayanya juga banyak! Sebagian wanita yang kurang percaya diri, dengan mudah menanggalkannya begitu saja. Namun seorang Muslimah yang cantik jiwanya, tidak akan terpengaruh dengan kata-kata di atas. Mereka justru tersenyum, karena mereka tahu bahwa mereka memiliki alasan yang benar sebagai dasar pijakan mengapa mereka harus berjilbab, mereka bilang: Melaksanakan Perintah Tuhan Hal yang paling utama bagi seorang Muslimah, adalah keikhlasan hati dalam melaksanakan segala aturan syariat. Rasa cinta Ilahi akan timbul, tatkala keikhlasan ini telah memenuhi lubuk jiwanya, sehingga segala perintah dan anjuran Tuhan, dengan mudah diindahkan dan dilaksanakan. Allah I menjelaskan, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, dan hendaklah mereka menjaga pandangannya dan menutup kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang tampak darinya. Dan hendaklah menutupkan kain kudung ke dadanya”. (QS an-Nûr [24]: 31). Betapa besar pahala bagi mereka yang dengan tabah melaksanakan perintah-Nya. Semakin berat cobaan yang dilalui, semakin tinggi nilai perbuatannya. Faktor lingkungan, merasa kampungan, ataupun cemoohan dari berbagai pihak adalah cobaan yang menghadang. Para Muslimah mengerti, bahwa mereka harus tabah menghadapinya, karena pahala Allah I jauh lebih baik dari itu semua. Sebagai Bukti Kehormatan Diri Kehormatan adalah segalanya bagi seorang wanita. Karenanya, setiap wanita akan berusaha menjaga dan memeliharanya sekuat hati. Namun terkadang, menjaga kehormatan terasa kabur dengan adanya ajang mencari popularitas dan salah jaga image yang berlebihan. Hingga buka-bukaan tidak lagi dianggap sebagai hal yang negatif. Betapa para artis dengan tenang membuka aurat di depan khalayak ramai, dan dengan bangga mereka bilang kalau diri mereka adalah orang yang terhormat. Seharusnya kehormatan dijaga bukannya diobral dengan acara buka-bukaan. Wanita Muslimah mengerti bahwa dengan jilbabnya ia akan semakin tampak memesona, bukan hanya paras namun juga hati. Dengan begitu berarti ia telah sabar dan ikhlas melaksanakan perintah syariat Islam. Keteguhan jiwa mereka menunjukkan betapa tinggi kehormatan mereka, baik di mata manusia, terlebih di sisi Allah swt. Jilbab bukanlah hanya sekadar pakaian suplementer saja, seperti jas dan ikat pinggang. Namun lebih dari itu, jilbab adalah nilai kehormatan seorang wanita. Bukankah barang obralan yang dijual di pinggir-pinggir jalan, justru akan membuatnya bernilai rendah. Sebaliknya, jika dikemas dengan apik dan dijual di tempat mewah, akan semakin bernilai tinggi. Dengan berjilbab berarti para Muslimah mencoba mengemas dirinya dengan apik dan sopan. Yang hal itu akan membuat harga dirinya semakin tak ternilai. Sebagai Wujud Jati Diri Penampilan luar seseorang sangat menentukan penilaian orang lain terhadapnya. Di tempat umum misalnya, begitu banyak figur dengan segala kepribadiannya. Penampilan merupakan wajah utama yang terlihat, orang akan menilai baik tidaknya seseorang dengan wajah penampilan ini. Seseorang yang memakai pakaian “ala preman” dan kurang sopan, meskipun ia orang baik-baik, akan dinilai sebagai orang yang kurang sopan. Sebaliknya, bila pakaiannya terlihat sopan dan menjaga aurat, orang akan menganggapnya sebagai orang baik, meskipun sebenarnya dia bukan orang baik. Saat itulah seorang wanita Muslimah—dengan jilbabnya—menunjukkan kepada dunia, bahwa dia adalah orang yang memiliki kepribadian baik, bahwa dia adalah seorang wanita salehah yang taat menjaga aturan syariat. Selanjutnya, dekadensi moral besar-besaran yang terjadi di Indonesia sangat berperan aktif menurunkan nilai spiritual jilbab. Hingga jilbab tak lagi dipandang sebagai perintah Tuhan, namun lebih mengarah sebagai ajang menarik simpati dan mengikuti pakaian yang lagi trend. Pada bulan Ramadan, mereka berbondong-bondong memakai jilbab dengan segala alasan. Namun pada dasarnya itu tak lebih dari sekedar ikut-ikutan saja. Terbukti ketika bulan Ramadan berlalu, hanya sebagian kecil dari mereka yang tetap mempertahankannya. Ironis.
Seharusnya, mengenakan jilbab bukan atas dasar sedang trend atau program membebek para artis. Jilbab dikenakan karena anjuran syariat dan perintah Allah I. Sekarang dan sampai kapanpun. Di sini dan dimanapun. Mengenakan jilbab tidak terpengaruh oleh bulan suci atau karena sedang laku di pasaran, hingga timbul istilah, pelaksanaan syariat bulanan atau agama bulanan. Juga bukan karena tempat suci atau daerah wajib berjilbab. Hingga ketika ia berada di luar daerah itu, dengan sesuka hati melepaskan jilbab. Tapi sekali lagi, jilbab adalah tuntunan Allah I untuk menguji ketaatan hambanya yang saleh. Karena itulah, para wanita salehah dengan ikhlas dan tabah memegang erat aturan ini. Mereka yakin akan janji Tuhan dan balasan bagi mereka yang taat peraturan. Bahkan kewajiban ini tidak mereka rasakan sebagai sesuatu yang berat. Mereka justru tersenyum, karena mereka telah melaksanakan perintah Sang Kekasih. Mereka semakin bangga dengan diri mereka sendiri. Karena berarti mereka tidak hanya cantik wajah, namun juga cantik hati. Karena mereka tak hanya jelita rupa, tapi juga jelita pekerti. Karena merekalah para bidadari berjilbab. Profil pemilih PKS terdiri dari lima kelompok0 comments April 15, 2009Yang pertama adalah pemilih klasik, yaitu binaan gerakan (harakah) tarbiyah di Indonesia, yang sejak era 1980-an marak di kampus-kampus. Mereka inilah kader inti PKS, dengan ciri-ciri khasnya yaitu: muda, terdidik dan islamis. Mereka dibina dalam halaqoh-halaqoh dengan pola yang cukup rapi, mengacu pada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Rujukan mereka adalah buku-buku karya Hasan Al-Bana, Said Hawa, dan terutama Yusuf Al-Qardhawi. Yang kedua adalah simpatisan harakah-harakah lain dengan karakteristik kader yang mirip, semisal Hizbut Tahrir, yang meski memiliki massa cukup besar, namun tidak secara tegas memerintahkan kader atau simpatisannya agar memilih partai tertentu. Mereka hanya menunjukkan beberapa kriteria, seperti bahwa parpol yang dipilih harus yang berasas Islam dan memperjuangkan syariat Islam. Meski PKS tidak pernah terang-terangan berkampanye untuk syariat Islam, namun di level bawah, kader-kader inti PKS terus bergerak dari masjid ke masjid atau di majelis-majelis taklim, seraya mencoba meyakinkan massa Islam pro syariat bahwa jalan yang ditempuh PKS ini akan sampai ke penerapan syariat oleh negara. Maka tak heran bila simpatisan harakah-harakah ini akhirnya berpikir bahwa PKS adalah salah satu atau bahkan satu-satunya partai yang memenuhi syarat tadi. Apalagi juga tidak pernah ada seruan dari harakah-harakah tadi untuk Golput. Yang ketiga adalah pemilih pindahan, yaitu kalangan Islam modernis, yang di Pemilu 1999 memilih PBB atau PAN, dan karena suatu hal menilai bahwa PKS lebih cocok sebagai wadah aspirasi mereka. Ini dibuktikan dari perolehan PBB dan PAN yang merosot jauh di bawah PKS. Yang keempat adalah orang-orang Islam yang khawatir pada isu kristenisasi, seperti isu proyek Yusuf 2004 yang diasosiasikan ke PDS, atau isu banyaknya caleg non muslim di PDIP atau Partai Demokrat --yang belakangan ternyata memang mendapat cukup banyak suara. Kelompok ini bukanlah binaan PKS atau harakah lain, juga bukan "pelarian" PBB atau PAN. Mereka bahkan semula ingin golput, karena kebingungan dengan tawaran yang ada, atau sudah apatis dengan sistem pemilu. Namun isu kristenisasi, yang mungkin juga dihembuskan oleh kader-kader PKS sendiri (meski tidak resmi dari pimpinan PKS), ternyata cukup ampuh. Orang yang ingin golput jadi merasa berdosa bila golputnya berakibat prosentase Kristen di Parlemen terdongkrak. Sekalipun Islamnya sekedar KTP, masih banyak orang yang tergerak bila ada ancaman dari kelompok agama lain. Sedang kelima adalah simpatisan humanisme, yang tertarik PKS karena track record PKS selama ini di aspek anti korupsi dan kepedulian menolong sesama yang dilanda bencana. PKS memiliki Pos Keadilan Peduli Ummat, yang meski secara formal independen (salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional), namun di lapangan, aksi-aksi kemanusiaannya dilaksanakan kader-kader PKS, yang hampir selalu beratribut PKS (paling tidak di topi atau kaos). Yang jelas citra "bersih" dan "peduli" menjadi melekat pada PKS. Pemilih tipe ini dapat dikatakan "non-ideologis", bahkan bisa saja non muslim. Meski demikian, bila ada alternatif selain PKS, mereka akan mudah pula pindah. Oleh sebagian orang, Partai Demokrat dan PDS juga dicitrakan bersih. Maka tak heran PKS bersama Partai Demokrat dan PDS dijuluki Tempo edisi 18 April 2004 dengan istilah "Tiga Menguak Takdir". Memang perlu ada penelitian lebih lanjut komposisi kelima jenis pemilih PKS ini. |